A. Latar Belakang
Kalau kita berbicara masalah Hati, tentu kita akan katakan bahwa Hati adalah salah satu organ yang penting bagi tubuh kita. Karena Hati adalah pusat komando yang setiap anggota tubuh berada dibawah kekuasaannya, bahkan para ulama[1] mereka menganalogikan bahwa Hati laksana raja yang bertahta di atas singgasana dikelilingi para punggawanya. Seluruh anggota punggawa bergerak atas perintahnya.
Dengan kata lain bahwa Hati adalah raja dan seluruh tubuh adalah punggawanya yang siap melaksanakan titah-titahnya.Pendapat ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi Wassalam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
الآو إنّ في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كلّه و إذا فسدت فسد الجسذ كلّه الآ و هي القلب[2]
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging itu rusak, maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya segumpal daging itu adalah Hati.”(HR. Bukhari-Muslim)
Begitu urgennya sebuah Hati manusia itu, maka Imam Al-ghazali berkata ” pembenaran dan pelurusan Hati merupakan perkara yang paling Utama untuk diseriusi oleh orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah I Demikian pula, mengkaji penyakit-penyakit Hati dan mengobatinya merupakan bentuk ibadah yang utama bagi ahli ibadah”.[3]
Khususnya bagi dai, karena Da’i punya peranan penting dalam membina masyarakat. Bagaimana seoranag Da’i menginginkan suatu bentuk perubhan sedangkan seorang Da’inya teridap penyakit hati bahkan hatinya mati.
Dari latar belakang diatas maka pengkaji ingin menyajikan secara singkat tentang apa itu Hati, macam-macam Hati, bagaimana Hati yang sehat itu, bagaimana Hati yang sakit itu dan apa obatnya, dan bagaimana Hati yang mati itu dan bagaimana cara menghidupkannya?
B. Pengertian Hati
Kalau kita berbicara hati dipandang dari sudut islam. Hati punya beberapa makna dalam Bahasa Arab diantaranaya Qolbu, Fuad, dan Insya Allah kita jelaskan satu persatu
=> Qolbu
Qolbu disebut juga hati. Hati sesungguhnya memiliki dua pengertian, yakni fisik dan spiritual. Secara fisik hati merupakan daging yakni organ tubuh manusia yang tersimpan dan terlindungi oleh tulang belulang. Hati terletak di dada sebelah kiri. Bentuk hati seperti buah shanubari sehingga sering dikatakan hati sanubari.Pada daging hati terdapat lubang dan jaringan yang halus. Di dalam lubang atau rongga terdapat darah hitam yang menjadi sumber ruh.
Hati secara spiritual merupakan sesuatu yang halus, rabbaniyah (ketuhanan), ruhaniah (kerohanian) dan mempunyai keterkaitan dengan hati yang jasmaniah.Hati yang halus ialah hakikat manusia. Hatilah yang mengetahui, yang mengerti dan yang mengenal diri sendiri. Hati dalam pengertian ini juga memiliki kaitan dengan jasmaniah. Hati terkait dengan akhlak terpuji yang direalisasikan oleh gerak tubuh. Hati menentukan sifat dan watak manusia yang tampak secara lahiriah.[4] Dinamakan dengan Al Qalbu dengan dua sebab;
Pertama: karena ia menunjukkan pusat (jantung) sesuatu, sebagaimana kota makkah disebut Qalbul Ardhi (pusat bumi) karena letaknya di tengah-tengah bumi. Sebagaimana hati dalam tubuh manusia adalah pusat kembali segala aktifitas tubuh.
Kedua: karena sifatnya berbolak-balik. Sebagaimana disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
«لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَشَدُّ انْقِلَابًا مِنَ القِدْرِ إِذَا اجْتَمَعَتْ غَلْياً» رواه أحمد (6/4)، وصححه الألباني فِي “الصحيحة” (1772).
“Sungguh hati anak Adam lebih cepat berbolak-balik dari periuk yang sedang sangat mendidih”.
=> Al Fuadu
karena bermacam-macamnya pikiran, keyakinan dan perasaan yang tersimpam dalamnya. Sebagaimana Allah sebutkan dalam Al Qur’an:
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا [الإسراء/36]
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya“[5]
C. Macam-Macam Hati
Telah masyhur dikalangan kita selaku tholibul ‘ilmi tentang klasifikasi/pengelompokan Hati dari karangan-karangan ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah[6] bahwa Hati dibagi menjadi tiga macam:
1. Qolbun Salim ( Hati Yang Sehat)
2. Qolbun Maridh ( Hati Yang Sakit)
3. Qolbun Mayyit ( Hati Yang Mati)
Dan insya Allah Akan kita bahas satu persatu dengan izin Allah:
1. Qolbun Salim a. Pengertian Qolbun Salim
Hati sehat, adalah Hati yang selamat. Barang siapa pada hari kiamat nanti menghadap Allah tanpa membawa Hati yang sehat, akan celaka.[7] Penegertian ini selaras dengan firman Allah Ta’ala dalam Al-Quran
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. (QS. Asy-Syu’ara: 88-89).
Begitu juga imam ibnul Qoyyim dalam Kitabnya Ar Ruuh beliau mendefinisakan Hati yang salim adalah Hati yang bercokol dalam dirinya iman dan Hati yang suci dari berbagai penyakit yang dapat menggrogoti sucinya yaitu. Penyakit itu adlah syahwat dan syubhat[9]
Bisa disimpulkan bahwa Hati yang salim adalah Hati yang tidak pernah beribadah kepada selain Allah dan selalu tinduk dan patuh terhadap ajaran Rosulnya. Sehingga marah, cinta, kasih saying, beci itu semua selalu dilandasi karena Allah SWT
- Ciri-ciri Qalbun Salim
ciri-ciri inilah yang seharusnya dimiliki seorang da’i. kareana dai sebagai agen of change tentunya sudah menjadi sunatullah bahwa apabila menginginkan perubahan maka yang seharusnya ia lakukan adalah berubah dengan cara memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut:
1) Jika ia tertinggal wirid, atau sesuatu bentuk peribadahan lainnya, maka ia merasakan sakit yang tiada tara ,melebihi sakitnya orang yang tamak dan kikir saat kehilangan barang kesayangannya.
2) Ia senantiasa rindu untuk dapat mengabdikan diri di jalan Allah, melebihi keinginan orang yang lapar kepada makanan dan minuman. Apabila tujuan hidupnya hanya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3) Sangat menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakanya, melebihi rasa kekhawatiran orang bakhil dalam menjaga hartanya.
4) Tidak pernah terputus dan futur (malas) untuk mengingat Allah dan berdzikir kepada-Nya.
5) Lebih mengutamakan pada pencapaian kualitas dari suatu amal perbuatan daripada kuantitas. Ia lebih condong pada keikhlasan dalam beramal, mengikuti petunjuk syari’at Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di samping ia selalu merenungi segala bentuk karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan mengakui tentang kelalaian dan keteledorannya dalam memenuhi hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala.[10]
Itulah sifat-sifat yang seharusnya dimiliki seorang Da’i. Yang menjadi permasalahannya para “Dua’at” kita sekarang ini sikapnya malah berbalik, tidak sesuai dengan di atas. Dan untuk kita selaku calon dua’t maka yang pertama harus kita lakukan adalah intropeksi, dan timbulkan dalam diri kalian sebuah pertanyaan “Apakah bebrapa ciri-ciri di atas sudah menghiasi hati kita?”.
- 2. Qolbun Maridh
Hati yang Sakit, adalah Hati yang dilanda penyakit syubhat dan syahwat,hingga melalaikan perintah dan cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, hingga Hatinya menjadi rusak dan cacat[11]
Ketika Hati ini sakit, maka kehidupan dia baik dari segi akhlaq, imannya bahkan selalu dikontrol oleh syahwatnya. Dengan kata lain cinta, kasih saying,dan benci, itu semua selalu dilandasi syahwat belaka. Ia tidak peduli kalau ia akan dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala karena lebih mendahulukan nafsunya dari pada ridha-Nya.
Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu Fatwa berkata: “Penyakit Hati merupakan jenis kerusakan yang merusak persepsi-persepsi dan keinginan-keinginannya, hingga tergambar pada persepsinya berbagai macam syubhat yang mengakibatkan ia tidak dapat melihat kebenaran, atau ia melihatnya berbeda dengan sebenarnya[12]
Ibnu Qayyim dalam kitab Ighaatsah Al lahfan masyahid asy syaithon mendefinisakan Hati yang sakit sebagai Hati yang hidup namun ada cacatnya. Inilah dua kondisi. Kadang–kadang salah satu kondisi menguat dan mendominasi yang lain. Di dalamnya terdapat cinta kepada Allah namun di sisi lain di dalamnya terdapat cinta kepada syahwat, mengutamakannya, untuk mendapatkannya.[13]
3. Qolbun Mayyit
Qalbun Mayyit (Hati yang mati) adalah kebalikan dari Hati yang sehat. Hati yang mati tidak pernah mengenal Tuhannya, tidak mencintai atau ridha kepada-Nya, ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan memperturutkan keinginan hawa nafsunya, walaupun hal ini menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala marah dan murka akan perbuatannya. Ia tidak peduli lagi apakah Allah ridha atau murka terhadap apa yang dikerjakannya, sebab ia memang telah mengabdi kepada selain Allah. Jika mencintai didasarkan atas hawa nafsu, begitu pula dengan membenci, memberi. Hawa nafsu lebih didewa-dewakan daripada rasa cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hati jenis ini adalah Hati yang jika diseru kepada jalan Allah, maka seruan itu tidaklah berfaedah sedikitpun, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menutup Hati mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
” Dan diantara mereka ada orang yang mendengar (bacaanmu), padahal kami telah meletakkan tutup di atas Hati mereka sehingga mereka tidak memahaminya) dan kami letakkan sumbatan di telinganya dan jikalaupun mereka melihat segala tanda kebenaran mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu‘.”[QS. Al-An’am:25].
Ayat ini menunjukkan, bahwa ada manusia yang tidak mempergunakan Hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak mempergunakan telinganya untuk mendengar perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga tidak mau melihat kebenaran yang telah disampaikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membiarkan mereka dalam kegelapan dan mereka sedikitpun tidak akan mendapatkan cahaya iman sebagaimana firmannya:
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya. Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka. Dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat, mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidaklah kembali kepada jalan yang benar.” [Al-Baqarah:17-18].
D. Faktor Penyebab Sakit Dan Matinya Hati
Setelah mengetahui apa akibat yang timbul dari mati atau sakitnya Hati. Tentunya sudah menjadi keharusan kita, untuk mencari tahu apa saja faktor-faktor penyebab mati atau sakitnya Hati. Sehingga mulai dari sekarang kita bisa mencegahnya. Sebagaimana perkataan seorang bijak” mencegah lebih baik dari pada mengobati” . berangkat dari kekhawatiran inilah kami mecoba unttuk menguraikan penayakit Hati. Allah Ta’ala memilah Faktor penyebab sakitnya Hati ada dua macam yaitu penyakit syubhat dan syahwat.
1. Penyakit Syubhat
Adalah suatu penyakit dalam hati yang menyerang keyakinan seseorang. Bisa jadi orang yang terkena penyakit ini Ia lebih condong atau menyenangi segala bentuk keyakinan yang kufur dan sesat, seperti syirik, nifak, dan bid’ah.
Apabila penyakit ini sudah menjangkit pada hati seseoranag maka parahlah Ia, karena Ia akan ragu dengan kebenaran itu sendiri terlebih lagi Ia akan ragu terhadap kebenaran Islam. Lebih parahnya lagi apabila penyakit ini menjangkit qolbunya tanpa ia sadari maka ang terjadi Ia akan mudah menghina ajaran yang dating dari Islam. Semoga Allah menghindarkan kita dari itu semua.
Sebab muncul penyakit ini dapat dikelompokkkan menjadi dua hal. Yaitu syubhat yang timbul pengaruh dari luar dan dalam jiwa seseorang itu sendiri. Adapun syubhat yang timbul dari pengaruh luar akibat dari transmisi budaya barat ke dalam lingkungan kita dan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan TEKnologi (IPTEK) pada saat ini. Dengan bebasnya budaya yang masuk dan mudahnya saling tukar informasi yang dibutuhkan dengan cepat tanpa ada penyaringan yang ketat sehingga kebenaran menjadi kabur. Adapun penyakit yang timbul dari dalam sebagai akibat dangkalnya ilmu[14]. Contohnya Syubhatnya dikalangan para du’at. Banyak dikalangan para du’at mereka lebih bangga apabila dalam ceramahnya biasa menyebut nama-nama seperti aristotles, Socrates, Abricates, dan dll sebagai penguata hujjahnya dari pada menggunakan qollaAllah, Qola Rrosul, atau menyebut ilmuwan–ilmuan Islam.
Beberapa contoh penyakit syubhat yang timbul dari luar jiwa seseorang terkhusus bagi para da’I sekarang ini, banyak dikalangan para du’at lebih bangga mengkoleksi buku-buku karangan orang-orang yang tidak jelas agamanya tapi mereka berusaha menjelaskan tentang agama ketimbang buku-buku turats buku karangan para ‘ulama Salaf.
Penyakit syubhat lebih bahaya dari pada penyakit yang timbul dari syahwat. Karena penyakit syubhat ini materinya terikat pada syubhat akal dan syahwat jiwa, maksudnya apabila syubhat merasuk kedalam akal dan tidak selaras dengan hawawa nafsu, ia tidak akan banyak berpengaruh karena jiwa akan segera melawannya. Namun jika hal itu apabila diterima oleh nafsu jiwanya maka pada saat itu hati mempunyai peran disitu untuk menselaraskan keduanya sehingga bukan lagi menjadi syubhat akal namun sudah menjadi syubhat jiwa. Inilah yang dimaksud mengapa penyakit syubhat lebih bahaya dari pada syahwat.
Inilah yang ditegaskan oleh ayat-ayat Al-Qur’an pada beberapa tempat diantaranya firman Allah Ta’ala:
“ itu tidak lain hanyalah Nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (QS. Al-Najm 23)
Syubhat memiliki banyak cabang. Namun yang paling menonjol dan paling berbahaya, serta paling menjauhkan manusia dari jalan penyucian jiwa adalah, syirik kemunafikan, dan bid’ah. Dan tiga perkara itulah memang yang paling menadi sorotan utama para ‘ulama,karena sifat/bentuk yang ditimbulkan ini terkadang tampak maupun tidak tampak atau tidak jelasnya antara kebenaran dan kebatilan sehingga ketika pemahaman atau keyakinan iti dicoba unuk dipahami maka yang didapat hanya pemahaman yang rancu tidak jelas. Dan yang patut digaris bawahi bahwa asal muasal dari penyakit syubhat ini adalah didahulukannya akal dari pada syara’
Syirik, kalau kita berbicara masalah perkara ini maka perbuatan tersebut terkadanag tampak oleh mata kita dan terkadang pula perbuatan ini tidak tampak, dalam artian kita tidak sengaja melakukan perbuatan itu tanpa disadari. Maka dari itu Rosulullah sallallahu alaihi wasallam mengajarkan doa pada kita untuk terhindar dari syubhat ini yaitu:
اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad dan Shahih Abi Hatim serta yang lainnya, shahih)
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
“Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan kami memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad IV/403 dari Abu Musa al Asy’ari. Dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih al Targhib wa al Tarhib I/121-122 no. 36)
Contoh yang ditimbulkan dari perbuatan ini yang mengenai du’at. Perbuatan Ghuluw atau Ekstrimitasnya mad’u dalam mencintai seorang da’i, orang sholeh sehingga terjadi pengkultusan atau pengagungan yang berlebihan, tentunya mereka berpikir pengkultusan yang mereka lakukan tersebut sebagai bentuk tawassaul dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Dan yang lebih parahnya lagi banyak para du’at yang merasa enjoy bahkan bangga dengan pengkultusan tersebut. Padahal mereka para du’at tau bahwa tidak ada pengagungan atau kecintaan paling besar kecualai pada Allah dan Rosulnya.
Adapun urutan kedua dari penyakit syubhat adalah kemunafikan. Imam Atthobari dalam karangannya jaami’ albayan beliau menyifati Penyakit ini dengan penyakit syubhat, keraguan, kebingungan, keguncangan dan pengkhianatan yang disifatkan pada mereka..
Banyak sekali penyakit ini mengenai da’i-da’i kita, diantaranya banyak sekarang fenomena-fenomena dengan alasan toleransi agama mereka mengucapakan natal, menghadiri perayaaan hari besar non muslim, bahkan rela doa bersama dengan mereka padahal sudah jelas kalau perbuatan itu semua dilarang oleh agama.
- Penyakit Syahwat
Penyakit ini menyerang akhlaq perbuatan manusia. Sehingga dalam kehidupannya tidak ada yang kita lihat kecuali penuh dengan kemaksiatan. Di dalam kitab tazkiyatun Nafs karangan syeikh Ahmad Karzon, beliau mencontohkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh syahwat diantaranya : cinta diri dan kedudukan (sombong, egois, iri dengki), cinta harta( kikir, rakus, takut dan gelisah), syahwat perut, syahwat kemaluan.
Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi penyakit ini timbul karena ada dua hal yang saling berkolaborasi dengan baik antara hawa nafsu itu sendiri dan kebodohan, sebab jika ia mengetahui bahwa sesuatu itu berbahaya dan berdosa untuk dilakukan, maka secara otomatis ia tidak akan melakukannya. Dan Allah Ta’ala telah memberikan fitrah manusia yaitu “ia akan mengerjakan sesuatu apabila didalamnya ada kebaikan dan manfaat dan sebaliknya apabila sesuatu itu tidak mendatangkan keduanya bahkan sebaliknya maka secara fitrah ia akan meninggalkannnya. Maksudnya apabila ia sudah mengetahui dalam perkara tersebut mengandung dosa dan bahaya lalu ia mengerjakannya maka sudah dipastikan karena kebodohannya. [15]
Bisa disimpulkan bahwa asal muasal manusia terjangkit penyakit syahwat karena kebodohannya. Bahkan para sahabat mereka sepakat dan mengatakan bahwa” setiap orang yang mendurhakai Allah Ta’ala berarti dia orang yang bodoh” mereka memahami hal tersebut berdasarkan penafsiran mereka terhadap firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilian[16]yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS an-Nisa’ : 17)
Syahwat itu letaknya di Perut dan di bawah Perut. Sedangkan Otak letaknya di kepala, dan Hati letaknya di antara Otak dan Syahwat.
Di sinilah pentingnya peran hati, ia berada di tengah-tengah antara Otak dan Syahwat, sehingga Hati berperan sebagai penyeimbang antara Otak dan Syahwat. Dan Otak di simpan di atas itu biar bisa memimpin Syahwat yang sukanya berproyeksi kemana-mana. Jadi, Otak berpikir bukan berdasarkan kehendak syahwat, melainkan syahwat aktif berdasarkan kehendak dari sang Otak.[17]
Dan semua jenis syahwat bersumber dari syahwat perut dan farj. karena perut menurut kenyataan sumber syahwat dan tempat berbagai penyakit dan bencana. Karena syahwat perut itu diikuti oleh syahwat farji dan kedahsyatan nafsu yang keji terhadap perkawinan, kemudian syahwat terhadap makanan dan kawin itu diikuti oleh terlalu senang kepada pangkat dan harta yang mana kedua hal ini menjadi perantara untuk berpuas-puas dalam perkawinan dan makanan kemudian memperbanyak harta, kedudukan itu diikuti oleh berbagai kealpaan bermacam-macam kesaingan dan dengki-mendengki.
Selanjutnya akan mucul diantara harta dan kedudukan itu bencana-bencana riya’, dan jahatnya bermegah-megah, dan rasa besar diri, kemudian hal itu menarik kepada dendam, dengki permusuhan dan kebencian. Seterusnya hal ini membawa orang yang bersangkutan kepada menceburkan diri dalam perbuatan aniaya, mungkar atau kejahatan. Kesemuanya itu adalah akibat membiarkan perut dan hal-hal yang berasal dari perut, berupa tak puas dan tidak syukur dengan kenyangnya perut. [18]
Memprihatinkan lagi fenomena sekarang ini banyak para kalangan dai terjangkit syahwat ini. Misalnya banyak sekarang para dai saling bermusuhan, saling mendiamkan karena beda pendapatan bukan pendapat, banyak pula diantara mereka yang menyampaikan kebenaran setengah-setengah atau menyampaikan sesuatu supaya tidak dijauhi jam’ahnya, bisa lebih dekat dengan pemerintah, bisa mendapatkan ketenaran dengan cara menyampaikan materi da’wah sesuai dengan keinginan mad’unya bukan sesuai dengan Al-Qur’an As-sunnah
Di dalam makalahnya Al-Imam Ibnu Abil ‘Izzi beliau menyimpulkan ada perbedaan antara penyakit syubhat dan syahwat diantaranya :1) penyakit syubhat menyerang keyakinan seseorang, sedangkan syahwat menyerang akhlaq seseorang tersebut. 2) Penyakit Syubhat lebih parah daripada penyakit syahwat. Karena penyakit syahwat masih bisa diharapkan sembuh, bila syahwatnya sudah terlampiaskan. Sedangkan penyakit syubhat, tidak akan dapat sembuh, kalau Allah tidak menanggulanginya dengan limpahan rahmat-Nya.3) sumber penyakit disebabkan karena ketidak adanya ilmu Syari’ sehingga menyebabkan keraguan dalam menilai sesuautu pada hati sanubari
Menjadi seorang da’i tentunya hatinya harus sensitif, menyadari apakah hatinya sedang tersusupi penyakit dan faktor apa saja yang menjadi penyebab tersusupnya hati oleh penyakit, untuk kemudian bersegera mengobatinya sebelum menjangkit dan membinasakannya. Ini adalah sesuatu yang harus diseriusi bagi seorang da’i bahkan kalau perlu menjadi sesuatu yang patut untuk di jadikan sesuatau yang prioritas dalam hidupnya, terlebih lagi Allah sudah memperingatkanya dalam firman-firman-Nya,
E. Cara mengobati penyakit hati
Setelah mengetahui sumber penyakit hati tentunya akan menjadi lebih bijak lagi apabila kita memberikan obat atau memutus sumbernya supaya tidak ada lagi orang yang terjangkit penyakit karenanya. Dari uraian di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa sumber penyakit hati ada dua macam yaitu penyakit syubhat dan syahwat. Lalu obat apa yang tepat dengan dua penyakit tersebut?
Penyakit syubhat, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penyakit syubhat menyerang pada keyakinan seseorang, yang tadinya bisa memilah dan memilih teman yang benar dan mana yang salah gara-gara penyakit ini ia menjadi kabur dengan dua perkara tersebut maka obat yang tepat baginya sebagai berikut:
1. Mengembalikan segala perkara kepada Alqur’an dan Assunnah.
Tidak ada yang bisa menyelamatkan dari fitnah ini kecuali dengan memurnikan dalam mengikuti Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, berhukum kepada beliau dalam seluruh persoalan agama, baik persoalan yang sepele maupun yang berat, secara lahir maupun batin, dalam aqidah maupun amal perbuatan, dalam hakikat maupun syariat.
Dan men-jadikan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai rasul dalam segala hal yang dibutuhkan oleh umat, baik dalam ilmu maupun amal, tidak menerima (ajaran agama) kecuali daripadanya, tidak mengambil kecuali daripadanya. Sebab seluruh petunjuk berporos pada sabda dan perbuat-annya, dan setiap yang keluar daripadanya adalah sesat. Karena itu, jika ia mengikatkan hatinya pada hal tersebut dan berpaling dari yang selainnya, menimbang segala sesuatu dengan apa yang dibawa oleh Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, jika berkesesuaian dengannya maka ia menerimanya, tidak karena siapa yang menyampaikannya, tetapi karena ia sesuai dengan risalah, dan jika bertentangan ia menolaknya, meski siapa pun yang mengucapkannya, jika semua hal itu yang ia lakukan maka itulah yang akan menyelamatkannya dari fitnah syubhat. Dan jika ia tidak melakukan sebagian dari padanya, maka ia akan terkena fitnah syubhat tersebut, sesuai dengan tingkat perkara yang ia tinggalkan. [19]
Dari sinilah kita bisa memahami apa yang dimaksud firman Allah Ta’ala:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Berkata ibnul qoyyim mengenai fitnah ahlul bid’ah” mereka berbuat bid’ah karena fitnah syubhat yang membuat tersamarnya antara kebenaran dan kebatilan pada mereka. Tidak mungkin mereka akan lepas dari semua ini jika mereka tidak mengembalikan semua perkara pada Allah dan Rosulnya dan menjadikan syari’ sebagai penentu slah dan benarnya perkara tersebut”[20]\Antusias menuntut ilmu dari para Ahlinya
Ilmu yang bermanfaat adalah senjata utama bagi serangan para tentara syubhat. Karena dengan ilmu yang bermanfaat akan menjadi terang antara yang benar dan salah. Dan yang terpenting dalam menuntut ilmu kita harus kmengembalikan ilmu tersebut pada ahlinya. Apabila kita ingin belajar lmu sayr’I maka sudah seharusnya belajar pada ‘ulama-‘ulama Islam yang bermanhaj ahlussunnah wal jamaaah bukan ulama yang mereka lahir dari pendidikan sekuler, begitu pula ilmu-ilmu yang lainnya. Karena apabila kita tidak mengembalikan perkara kepada ahlinya maka tunggu kehancurannya. Sebgaimana sabda nabi sallallahu alaihi wasallam :
أَهْلِهِ ؛ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ غَيْر إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى
Komitmen atau antusias dan mencari ilmu pada ahlinya, adalah dua perkara yang tidak bisa dipisahkan kerena keduanya saling keterikatan. Dari ilmu pulalah kita bisa meneyebarakan dan beriqoqmatul hujjah kepada orang yang ragu atau bingung dalam menentukan mana yang benar dan yang salah.
Penyakit syahwat, adapun penyakit yang satu ini, karena penyakit ini timbul karena nafsu lebih meneguai dirinya dari pada amananya maka obat yang tepat adalah selalu banyak mengingat Allah SWt dalam segala haldalam artian selalu mersa dirinya selalu diawasi oleh Allah SWT.
Berkata yahya bin Mu’adz Arrazi: perangilah nafsumu dengan pedang riadhah yaitu latihan jiwa, adapun latihan tersebut ada empat macam 1)makan untuk sekedarmenguatkan badan 2)bicara kalau seperlunya saja3)mengurangi tidur4) menahan cercaan dari semua orang. Beliau menguraikan lebih jauh tentang empat perkara diatas. bahwa dengan sedikitnya makan itu akan matinya syahwat, dan dari bicara yang seperlunya saja akan terjadi keselamatan dari bencna-benacana dan darisabra menahan cercaan orang maka terjadilah tercapainya cita-cita orang tersebut.[21]
Setelah mengetahui sumber dari semua syahwat yaitu syahwat perut dan farj maka laparlah menjadi obat alternatif bagi dua sumber penyakit tersebut. Karena apabila seseorang menundukkan nafsunya dengan lapar dan mempersempit jalannya syaiton dengan lapar tersebut, maka nafsu orang tersebut pasti tunduk untuk berbakti kepada Allah SWT dan tidak akan menempuh jalan keingkaran dan kedzoliman[22]
Semua penyakit di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit itu timbul karena mendahulukan akal daripada syara’, serta mendahulukan hawa nafsu daripada akal. Yang pertama merupakan asal dari fitnah syubhat dan yang kedua merupakan asal dari fitnah syahwat. Adapun solusi yang tepat secara umumnya adalah Fitnah syubhat dihalau dengan keyakinan, dan fitnah syahwat dihalau dengan kesabaran. Karena itu, Allah menjadikan kepemimpinan dalam agama berdasarkan dua hal tersebut.
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Al-Ashr: 3)
Maka nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran itulah yang bisa menolak syubhat dan nasihat-menasihat supaya menetapi kesabar-an itulah yang bisa menolak syahwat. Dalam firman-Nya yang lain, Allah juga menghimpun antara dua hal tersebut,
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishaq dan Ya’kub yang memiliki perbuatan-perbuatan besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” (Shad: 45)
Wallahu a’lam Bishowab.
F. Kesimpulan
Bahwa hati terbagi menjadi tiga macam hati yang sehat, hati yang sakit dan hati yang mati. Hati yang sehat adalah hati yang seharusnya dimilki seorang da’I karena dengan hati inilah apa yang mereka cita-citakan perubahan umat maka akan terlaksana. Maksud hati yang sehat ini adalah dimana keinginan hati ini tidak bertentangan dengan perintah Allah dan didalamnya bercokol keimanan yang mengatur kehidupannya. Sedangkan hati yang sakit dan mati adalah hati yang terkontaminasi dengan 2 penyakit yaitu syubhat dan syahwat.
Bagi seorang dai karakter yang harus dipersiapkan adalah sosok karakter yang mempunyai iman yang kuat, ilmu shahih, dengan berpegang teguh kepada Al-Qur;an dan As-Sunnah dan mempunyai pemahaman yang salimah.Dengan bekal itu semua maka Insya Allah akan terbebas dari fitnah syahwat dan syubhat.
G. Referensi
Muhammad ibnu Isma’il Al-Bukhori, shohih bukhori, Istanmbul, Dar el-fikr,
Ibnu Rajab Dkk, Tazkiaytun Nafs, Terj. Imtihan ASyafii, solo, Pustaka Arafah,
http://ghobro.com/islam/akidah/makna-qolbu-atau-hati.html
http://dzikra.com/terminologi-hati-dalam-pandangan-islam-bagian-1/
DR. Anas Karzon, Tazkiyatun Nafs Akbar Media
Dr. Ahmad Farid ,Tazkiyatun Nufus, makalah world
Ibnu Taymiyah, Tazkiyatun Nafs, dar Assunnah,
www.cahaya-semesta.com, Tue, 20 Sep 2011 @02:52
Imam Ghazali, keajaiban Hati, tintamas Indonesia ,
Ibnul Qoyyim, menejemen qolbu dalam melumpuhkan senjata syetan, pdf
Ibnul Qoyyim, Ighaatsah al-lahfan min min masyahid asysyaithon,
Imam Ghazali, keajaiban Hati, tintamas Indonesia
[1] Seperti Ibnu Rajab Al Hambali, Ibnul qoyyim Al Jauziyyah, Imam AlGahazali Dalam Bukunya Tazkiyatun Nafs, dan ulama’yang lainnya.
[2] Muhammad ibnu Isma’il Al-Bukhori, shohih bukhori, Istanmbul, Dar el-fikr, no 50
[3] Ibnu Rajab Dkk, Tazkiaytun Nafs, Terj. Imtihan ASyafii, solo, Pustaka Arafah, hal 25
[6] Imam Al Zindani bukunya Al Iman, Ibnu Rajab dkk di dalam buku Tazkiyatun Nafs, Dr “aidh Al Qorni dalam Bukunya Ilalladzina Asrofuu “ala an fusihim dan buku Ulama yg lainnya.
[7] Ibnu Rajab Dkk, kitab Tazkiaytun Nafs, Terj. Imtihan ASyafii, Pustaka Arafah
[8] Qur’an As-Syu’aro Ayat 88-89s
[9] DR. Anas Karzon, Tazkiyatun Nafs Akbar Media Hal 205
[10] Dr. Ahmad Farid ,Tazkiyatun Nufus, makalah hal 5
[11] DR. Anas Karzon, Tazkiyatun Nafs, Akbar Media Hal 204
[12] Ibid
[13] Ibid, hal 205
[14] Dan dari pintu sedikitnya ilmu, syetan masuk pada sebagian besar orang-orang yang bodoh dengan cara mengelabuinya, sehingga mereka terjerat dalam perangkapnya. Karena itu, ilmu yang bermanfaat adalah kunci segala kebaikan dan penolak segala kejahatan.
[15] Ibnu Taymiyah, Tazkiyatun Nafs, dar Assunnah, hal 165
[16] Maksudnya Ialah: 1. orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu. 2. orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3. orang yang melakukan kejahatan karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau karena dorongan hawa nafsu.
[17] www.cahaya-semesta.com, Tue, 20 Sep 2011 @02:52
[18] Imam Ghazali, keajaiban Hati, tintamas Indonesia , hal 216
[19] Ibnul Qoyyim, menejemen qolbu dalam melumpuhkan senjata syetan, pdf, hal 140
[20]Ighaatsah al-lahfan min min masyahid asysyaithon, ibnul qoyyim, hal 165, jil II
[21] Imam Ghazali, keajaiban Hati, tintamas Indonesia , hal 176
[22] Ibid, hal 216